Friday, April 10, 2009

Pelangi di PEMILU 2009

Ga terasa udah 10 tahun berlalu dari pemilu pertama gue yang sangat konstitusional (dibanding masa-masa gue sekolah, yang tiap ikut pelajaran PMP pasti tereneg-eneg, partai itulagi-itulagi yang menang; dah gitu bangga pula menangnya, dasar ga punya harga diri!!!); juga sepuluh tahun sudah sejak partisipasi pertama gue sebagai panitia pemilu di RT setempat (bokap ikutan jadi anggota KIPP juga - Komisi Independen Pemantau Pemilu). Wow, artinya udah 10 tahun juga umur gue bertambah, sesuatu yang ga gue ridhoi sama sekali, hehehe...
 
Sementara itu ada beberapa catatan mengenai masa transisi ini. Tahun 1999 bisa dibilang sebagai masa transisi, dan partai PDI-P memegang kemudi terdepan sebagai partai reformasi, diikuti PAN dan PKB. Namun PG yang didukung dana warisan orde baru tampaknya masih menggeliat dan cukup punya sisa-sisa pendukung di level atas yang mampu mempengaruhi beberapa level di bawahnya. Karena rezim status-quo baru saja hancur lenyap, maka partai-partai berebut massa yang tercecer. Ambisi ketua PAN akhirnya membuyarkan PDI-P, partai pemenang pemilu saat itu, untuk menempatkan ketua umumnya sebagai presiden. Ironisnya, ia juga yang akhirnya bertindak sebaliknya -- benar-benar mengukuhkan definisi politik dimana tidak ada kawan atau musuh abadi, selama ada udang di balik batu. Kabinet Megawati pun dibentuk dengan banyak kompromi politik yang membuat kinerja tidak maksimal, karena semua berebut kekuasaan dan tidak ada yang mau menjadi oposisi.
 
Keadaan ini membuat pada pemilu berikutnya belum ada rezim status-quo yang terbentuk, dan semuanya mulai dari titik nol lagi, dengan PD muncul sebagai partai baru potensial. PG berhasil menyalip PDI-P, sayangnya koalisi mereka bubar oleh kekuatan baru yang mengandalkan tampang ganteng dan so-called kharisma (lagi-lagi dari mukanya), serta kemampuan melantunkan tembang "Pelangi Di Matamu". Kabinet SBY yang kemudian terbentuk ini kemudian tidak menyia-nyiakan waktunya untuk pelan-pelan mengukuhkan keberadaan rezimnya, dengan bantuan "orang nomor satu di Indonesia" (orang-orang yang mengaku pintar di Indonesia pasti tahu bahwa "orang nomor satu di Indonesia" tidak mengacu kepada presiden itu sendiri, tapi... silakan cari tahu sendiri!)
 
Upaya kabinet ini, yang walaupun merupakan koalisi namun bisa diklaim sebagai milik satu partai, secara efektif mampu memanfaatkan kelemahan mendasar rakyat negeri ini (liat posting sebelumnya), dan pada akhirnya mampu merebut simpati. Ini ditambah dengan dukungan kaum minoritas (juga sudah diulas di posting kemaren) dan kubu pro status-quo, kubu yang selalu main aman demi bisnis pribadi (ada sodara gue yang kayak gini, semoga cepat bertobat...)
 
Namanya juga pelangi, ga lengkap rasanya tanpa warna putih (eits, jangan protes dulu, secara teknis putih memang bukan warna, tapi pelangi tidak mungkin ada tanpa putih ;D) Nah, di sisi lain, ada golongan yang memang sudah apatis, menganggap siapa pun yang akan berkuasa nanti tidak akan mampu membuat perubahan, jadi lebih baik "mind my own business" dan GOLPUT!
 
 
(setelah menunda satu posting, gue janji abis ini pasti topiknya tentang GOLPUT! hehehe...)

No comments: