Friday, April 10, 2009

I Choosed You!

Pemilu kali ini tetep heboh dari sisi kampanye, dan garing di hari-H-nya, suatu tren yang bakal terus bertambah di masa mendatang (tambah heboh kampanyenya, dan tambah garing hari-H-nya ;p ) Habis mo digimanain lagi, sistem yang superior sudah dipaksakan di negeri yang populasi melek demokrasinya masih seuprit (maafkan daku kalo daku menggolongkan diri sebagai yang seuprit ini; kadang kenyataan memang lebih pahit dari puyer sakit kepala, hahaha...); singkatnya, pemilu untuk memilih calon anggota legislatif dinilai kepagian! Jadi, seperti gue yang kalo masih ngantuk gara-gara bangun kepagian bisa nabrak tembok ato minum air panas langsung dari termos (ouch!), hal-hal bodoh menjadi sesuatu yang jamak dilakukan dalam kurang lebih setengah tahun belakangan. Jalan-jalan marak oleh atribut kampanye, yang mayoritas dilakukan tanpa tanggung jawab pada lingkungannya, menjadikan ibukota (dan juga kota-kota di seluruh Indonesia, tapi pengamatan daku terbatas di ibukota aja, sori..) layaknya ajang kreativitas anak taman kanak-kanak terbesar di dunia. Tujuannya hanya satu: terpilih sebagai anggota dewan "yang terhormat"; setelah itu tinggal duduk di ruang sidang sambil minum kopi dan baca koran, kadang tidur kalo ngantuk abis nonton bola subuh-subuh ato lagi bulan puasa, jalan-jalan studi banding ke luar negeri bawa anak-istri/suami, dan menggolkan beberapa tambahan tunjangan anggota dewan yang baru.
 
Sangat minimnya anggota DPR yang mempunyai kontribusi penting bagi kelangsungan kebijakan negara dan tegaknya pelaksanaan pembangunan menjadikan pemilih yang serius seperti gue gamang menatap detik-detik terakhir menjelang hari ini. Bukan apa-apa, selama hari-hari terakhir hidup gue hanya disibukkan dengan aktivitas ketawa-ketawa melihat kreativitas caleg yang absurd dan ga meaning sama skali deh auw... (ini juga mungkin diakibatkan gue lagi ga ada kerjaan, hehehe...) Sedangkan pikiran gue belon terisi satu kandidat caleg pun. Well, seiring dengan keterlibatan pasif gue di salah satu persekutuan terbesar di Indonesia (juga pasif di milisnya) membuat gue cukup mantap pada satu calon, walaupun dengan catatan (nanti gue jelasin di bawah). Jangankan caleg, partainya pun masih ragu. Beberapa partai besar sibuk berebut massa, partai baru yang didukung dana besar (karena dapat warisan gede dari rezim lama) juga jor-joran beriklan di media.
 
Sekilas dari perang antar partai ini, semuanya bisa dibilang bertindak konyol dan sangat ngendonesia... Kok gitu? Mereka bener-bener memanfaatkan kultur Indonesia yang masih kurang terdidik, guyub dan mementingkan kekerabatan di atas objektivitas (seringkali perbedaan dianggap tabu, seperti keterlibatan gue terakhir di sebuah organisasi massa non-formal), silau dengan prestasi instan, serta kurang memperhatikan akibat jangka panjang dari keputusan mereka.
 
1. Ada partai yang mengagungkan prestasi "memajukan perekonomian" negara di bidang ekonomi, yang di sisi lain didukung perwakilan kaum minoritas dalam sebuah acara tahun baru Cina (jangan lupa, perwakilan kaum minoritas ini juga yang telah menjerumuskan kaumnya sendiri dalam jurang kenistaan di orde baru, yang dikorbankan terus-menerus oleh rezim penguasa, sementara mereka - perwakilan itu - terus menangguk untung dari dukungan mereka terhadap penguasa).
2. Ada partai yang mengklaim keberhasilannya dalam pembangunannya selama ini karena merupakan partai paling senior. Paling senior di satu sisi berarti ikut menyumbang kehancuran bagi negeri, yang dalam 10 tahun terakhir ini masih belum bisa bangkit. Paling senior karena di masa lalu, kekuasaan didapatnya dengan "memaksa" 100% pegawai negeri untuk memilih partai mereka. Paling senior tapi kehadirannya dulu hanya boneka penguasa haus tahta.
3. Partai yang 2 periode lalu sempat berjaya, yang agenda utamanya kali ini adalah menyerang secara frontal kebijakan pemerintah terkini. Sebagai oposisi, hal ini memang wajar dilakukan, namun menjadi terkesan kurang elegan dan seakan kekurangan bahan kampanye. Selain itu, kekurangan yang dihadapi selama mereka dulu berkuasa menjadi lobang yang terus-menerus dicecar lawan politiknya.
4. Partai berbasis sektarian non-pluralis yang mencirikan sebagai partai bersih yang bebas korupsi. Klaim mereka "mungkin" benar (karena belum ada klaim sebaliknya, maka sementara ini dianggap benar), juga didukung oleh ketua umumnya yang intelek (sejauh ini, kadar intelejensianya mungkin cuma bisa disejajarkan dengan Amien Rais, yang partainya telah merosot popularitasnya). Sayangnya di saat-saat terakhir berkampanye, ia seakan tidak bertanggung jawab dalam insiden perusakan rumput lapangan stadion Bung Karno (memang partai lain, termasuk dari no 1-3 ikut andil merusak juga, namun semua, kecuali partai ini, turut menyesal dan memberi kompensasi), bahkan menyamakan dirinya sebagai tukang rumput.
5. Dua partai baru mencuat sebagai partai potensial pengganggu kemapanan posisi 5 besar pemenang pemilu, kebetulan dua-duanya dikomandoi oleh jenderal besar orde baru, yang kebetulan saling bermusuhan. Salah satunya menggandeng figur-figur yang populer di masyarakat (seperti yang dilakukan partai no.1 5 tahun yang lalu) dan menggarap iklan berisi pesan edukasi yang mantap. Sayangnya, seperti dibahas di atas, rakyat negeriku tercinta masih belum siap menerimanya, entah sampai kapan...
 
 
Trus sekarang sampai ke pertanyaan besarnya: "Kenapa sih pusing-pusing menganalisa segitu kerasnya? Emang penting gitu ikut pemilu? GOLPUT aja lah kalo bingung! Lagian golput kan lagi ngetren sekarang, gayanya anak muda gethoo loch..." (karena pertanyaan besar, gue gedein juga donk hurupnya, hehehe...)
 
--JAWABAN BESAR-nya ada di posting berikutnya, sekarang istirahat dulu gue, memikirkan pilihan tadi siang cukup buat kepala gue pusing berputar-putar... (belum lagi ditambah lonceng greja tadi sore, akibat posisi duduk terlalu deket ke menara ;(( )

No comments: