Friday, December 26, 2008

Merry Christmas 2008


 


 


 


 

Jesus Bless You.

 

Wednesday, December 10, 2008

AC/DC: Ada Cinta Dalam Curhatan

Seminggu sudah lewat sejak ketegangan meninggi di rumah (yang diakibatkan... ya antara lain oleh gue juga, so why bother??), tapi berhubung tegangan tinggi itu ga gue bawa-bawa ke permukaan, ya situasi masih tetap terkendali, kecuali saat nyokap gue terpaksa ga bisa ke toko di salah satu hari di minggu ini. Heran? Jelas! Bahkan di saat pingsan di greja pas pagi harinya aja, dia masih nyanggupin buat ke toko sesudahnya. Jadi gue berkesimpulan bahwa cuma keajaiban dunia yang bisa buat dia bolos ke toko. Dan keajaiban itu terjadi barusan... Aneh juga sih bahwa dia ga ke toko cuma sakit yang "biasa" aja, bikin gue semakin curiga; bukan apa-apa, takutnya aura kekesalan gue, yang masih terpendam di minggu ini, yang bikin dia gelisah.

hehehe...

Well
, must admit it, perut itu urusan sensitif... selain cewe tentunya! (hehehe, ini khusus cowo). Tapi, ternyata ga seperti selera makan yang bawaan oroq dan susah banged..nged..ngeddd berubahnya, selera tentang cewe ga susah berubah. Hal-hal yang mempengaruhinya antara lain adalah: (i) pola pergaulan; (ii) kedekatan dengan ibu (kandung maupun gadung, eh maksudnya ga kandung); (iii) terlalu sering ditolak oleh tipe yang sama (ooopss!!!). Eh, kok makin lama jadi seperti kuliah sosiologi gini yak??? Biarin, ngobrolin cewe biasanya suka ga berasa kok, jadi simak aja terus yaaa...

Gue sendiri dekeeetttt bang3ed ma mama (mungkin aga ga lazim bilang "mama" ke umum, tapi kata temen gue yang mengerti gue lebih baik dari gue sendiri bilang ini perlu buat bedain ama nyokap yang sekarang), ga jelas karena gue anak tunggal apa bukan, tapi yang jelas mama adalah orang yang sangat lovable (MEL, aren't you smiling hearing this word? ;D). Orangnya cantik, tinggi sedang untuk ukuran asia (means: cukup pendek, 155 only, hehehe...), katanya sih ga mirip nyokapnya (jadi gue cukup hoki punya nyokap yang cantik, dan prestasi bokap ini gue harap bisa gue teruskan dengan sukses, kalau bisa malah lebih lagi, hohoho...)

Dimulai dari SD-SMP, selera gue masih kebanyakan ditentukan oleh pasar, maksudnya temen-temen gue, yang waktu itu udah puber duluan -> gara-gara kebanyakan makan ayam leghorn kalo kata mama, hehehe... makanya dulu gue dijatah kalo mo makan KFC, setaon cuma 4-5 kali; di rumah mah kampung selalu, bokap ga demen ayam suntik. (heran, ngomongin cewe nyambung aja yah ama makanan, soal selera sih!). Di akhir SMP menjelang SMU (generasi pertama neh, sebelum angkatan gue, pada ngomong SMA! jadi yang suka ngomong SMA, ketauan tuanya, HAHAHA...), gue baru bisa menentukan selera yang sesuai dengan keinginan gue. Kebetulan, di saat-saat detik terakhir gue berpisah dengan temen SMP, dan di waktu gue masuk SMU yang sama sekali baru, gue menemukan dua orang siswi yang berpotongan ampir sama, dari postur tubuh sampe gaya ngomong; and if those things haven't surprised you, imagine this: those girls also know and befriend each other!! HA, seperti kebetulan yang dipaksakan. Tapi seumur idup gue di SMU, benchmark yang ada di otak gue udah fixed. Kalo misalkan ada cerita-cerita perjalanan gue dengan si M ato si O, itu cuma pernak-pernik yang sebagian besar kerjaan dari temen-temen yang suka jodoh-jodohin ama si O ato M itu.

Seorang temen gue, yang tadi gue sebut sebagai orang yang paling mengerti gue, udah tau apa yang bisa bikin gue terkesima: cewe bertongkrongan kecil (pendek?) cenderung kurus, yang suaranya juga kecil (eits jangan salah, ada loh cewe badan kecil tapi suara menegangkan), dan cerewet suka bercanda (bukan cerewet ngegosip kaya ibu-ibu ga jelas). Oiya satu lagi, matanya juga tajam, tipikal cewe yang cerdas, bukan yang suka planga-plongo ga nyambung kalo diajak ngomong, hehehe...

Nah, tapiiii... Satu kelemahan gue (atau malah ini disebut kelebihan?) adalah, bahwa setelah bergaul dan merasa cocok dengan seorang (cewe tentunya!), maka ciri-ciri yang gue sebutkan di atas tadi menjadi mentah dan ga ada artinya lagi. Berita baik tentunya buat banyak cewe yang lagi naksir gue tapi ga memenuhi syarat di atas! Tapi gue menyebutkan apa yang ada di paragraf barusan bukan asal-asalan. Somehow, apa yang gue inginkan ada dalam cewe idaman gue (smart sense of humor, lincah, apa adanya) biasanya gue temukan dalam sosok seperti itu. Mungkin gue perlu buat riset mengenai korelasi antara bentuk fisik seseorang dengan karakter serta perilakunya, karena gue bisa tau bahwa gue sedang berhadapan dengan orang yang bisa cocok sama gue dalam pertemuan pertama. Tapi gue rasa ini adalah skill alami yang dipunyai semua orang, kalau aja mereka mau sadar, jadi bukan kelebihan gue doank.

Entah kenapa, akhir-akhir ini kok kayaknya selera gue mulai bergeser. Ga tau yah, apakah karena bergaul dengan teman-teman yang punya ukuran "berbeda" dari yang di atas, membuat gue mulai melupakan standar yang tadinya sudah berakar kuat dalam bawah sadar gue. Gue sekarang jadi terkesima dengan cewe yang "maxi", yang artinya juga gue mulai suka dengan cewe yang tidak begitu lincah, lebih perasa, dan tidak sehumoris tipe cewe yang sebelumnya gue suka. Dan ada apa sebenarnya sampe terjadi pergeseran minat serta daya beli (hush, emangnya sales mo nawar barang di tanah abang???) sedemikian drastis (walaupun tidak sedrastis tiba-tiba gue jadi suka artis cwe misalnya, atau Delon...)

Well, ceritanya panjaaa...ang, tapi buat sahabat gue rasanya sudah bisa nebak dengan jitu. Kalaupun ada yang masih penasaran, silakan submit saja komen-komen kalian di sini, dan gue akan lanjutkan ceritanya (ga dikomen pun akan gue lanjutkan, tapi tergantung stok apa yang ada di otak gue yah...) ciaooo!


ooohh, feels like winter here, my regret for not married yet...

Thursday, December 04, 2008

Lapar Sumber Emosi

GUE MARAAAHHH!!!!!!!!!!
Ini bukan pertama kalinya gue berkonflik di "keluarga baru" ini, tapi kali ini keliatannya udah terlalu besar dari yang biasanya bisa gue tolerir. Ok, simpel aja sih mungkin kalo ntar udah sampe ke inti ceritanya, tapi saat ini, gue mo coba buat naikin tensi alurnya dulu, biar pada emosi, sama kaya gue (hehehe...)

Minggu lalu, tepatnya sabtu, pmbokat gue bikinin makanan favorit gue, asli asalnya dari tempat mama (minahasa), sesuatu yang sekarang langka banget gue santap, mungkin 2 kali setaon aja udah bisa dibilang hoki (ini ga termasuk yang gue makan di tempat Iie gue loh yaa!). Padahal hari itu gue abis kondangan, dan memang jadwal makan gue wiken kemaren mayoritas di luar... Ok, minggu siang i'm in d house, tapi yang dihidangin... bukan itu! Well, better luck next time, begitu pikir gue (karena pas melongo kulkas, masakan itu masih di sana).

Now, i really didn't pay any attention to that until tonight, coming home late and hungry like a wolf, i imagined of something able to fly me to polaris (don't know this stuff, but there was a movie 'bout it, rite??) And it took me a long time before realized that it already belonged to other's, the maid told me.

Gue ga mencoba untuk mengeneralisir, tapi sungguh, hidup bersama orang asing di rumah yang sama butuh lebih dari sekedar perjuangan. Not talking about my marriage, but other's... Dan walaupun mungkin stepmom edisi kali ini tidak sekejam film Arie Hanggara, tapi bukan tanpa alasan gue pengen cepet-cepet punya rumah sendiri (padahal, menurut hukum adat yang berlaku di indo, dilarang punya rumah kalo blom punya calon -- apalagi kalo yang beli rumah cewe, lebih tabu lagi hukumnya...). Kalo nurutin emosi saat itu, rasanya mo langsung gelar sidang terbuka mendadak di tengah malem ama papa, kalo ga inget ini-itu...

Abis ngubek sudut-sudut kamar, beruntung masih ada sisa mi instan, yang langsung gue rebus semuanya (maksud semuanya di sini ga banyak kok, cuma 3, dikit khan...?). Setelah makan, emosi gue jadi reda, wushhhh... (bunyinya kaya es batu dicemplungin ke air mendidih... mo tau suhu akhirnya? baca dulu soal di blog fisika ini ;D )

Mungkin ini saatnya mengerti kata-kata mutiara ini: "Selapar-laparnya induk harimau, tidak akan memakan anak sendiri", yang artinya kurang lebih: daging anak harimau itu ga enak, sampai induknya aja ga mau makan. Hehehe, bukan itu sebenernya, tapi in my commonest sense, makna yang barusan itu paling masuk di akal. Ternyata seiring dengan bertambahnya kebijaksanaan gue, baru disadari kalo ternyata maknanya dalem sekali. "Selapar-laparnya" itu menunjukkan kalo memang setiap makhluk bisa jadi sangat-sangat berbahaya kalo lagi laper. Jangankan harimau, manusia aja bisa jadi pemangsa sesamanya kalo lagi laper, walaupun sekali lagi, ga bakal mo makan anak harimau (padahal sih menurut gue, kambing tuh yang badannya bau banget; pantes aja kalo orang yang belom mandi suka disamain ama kambing... eh sori keterusan, abis sebel sih udah mo lebaran haji jadi banyak bau kambing di jalan, apa musimnya males mandi juga kali yaaa???)

Saat ini, gue dah kenyang, dan keinginan untuk membuka keran konfrontasi langsung dengan sang oknum sudah tidak ada. Entah apa yang nanti akan terjadi, kalau hal ini terjadi kembali di rumah orangtuaku ini, sebelum daku sempat mencari perteduhan yang baru. Kiranya TUHAN mencegah kemungkinan itu terjadi.

Pesan terakhir untuk kalian yang di luar sana: berpikirlah 500 kali apabila akan mengiyakan papa kalian untuk mengangkat mama baru, karena hal itu kemungkinan besar berarti kalian akan kehilangan kesempatan merasakan surga lagi di meja makan.